Minggu, 13 Maret 2011

MEREBUT KEMBALI YANG HAMPIR LEPAS MENGGAPAI MIMPI INDAH DARI DUNIA PENDIDIKAN KITA

Oleh: NURAKHMAD

Jika kita mendengar kata reuni maka sejumlah persepsi muncul dalam benak kita. Sejumlah kenangan ketika di bangku sekolah akan silih berganti, episode demi episode mewarnai memori kita. Namun, apapun yang ada dalam memori kita mari kita refleksikan jauh ke depan agar memori kita itu memiliki makna bagi keunggulan bangsa dan negara kita terutama di bidang pendidikan yang konon peringkat pendidikan kita pada posisi 117 dari 150 negara di dunia.
Berbicara tentang pendidikan memang mengasyikkan. Apakah topik yang berkenaan dengan kesuksesan para pelajar dalam event olimpiade, porseni, atau perlombaan-perlombaan lainnya. Dan bahkan kasus-kasus yang mencoreng dunia pendidikan. Misalnya, tawuran, narkoba, kecurangan dalam Ujian Nasional, persuapan dalam PSB, Skandal video porno dan sebagainya. Peristiwa manis dan pahit itu selalu menghiasi media cetak maupun elektronik sepanjang tahun. Sayangnya, berita hitam pendidikan lebih sering muncul dari pada berita putih. Ketika ada kasus pelajar atau guru yang terlibat dalam skandal, gaungnya begitu luar biasa. Akan tetapi, ketika prestasi gemilang diraih oleh pelajar dan mahasiswa, maka hanya kelompok masyarakat tertentu saja yang tahu. Terkadang kita kurang adil dalam mengapresiasi sesuatu yang ada di sekitar kita. Kita lebih mudah mencaci dari pada memuji.
Gambaran di atas adalah permasalahan permukaan yang sebenarnya adalah refleksi dari sesuatu yang mendasar yang merupakan Basic Problem dari dunia pendidikan kita. Permasalahan itu seperti dikemukakan oleh Bapak Dr. Ir Indra Jati Sidi ( Mantan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah) a.l. :
• Lebih dari 900.000 guru kita belum kompeten untuk mengajar
• Masih berkutat dengan urusan ujian nasional
• Issu kesejahteraan masih mengemuka
• KKN dalam pendidikan
• Sarana dan prasarana yang masih terbatas
• Masih belajar mengelola pendidikan dalam format desentralisasi
Jika kita membahas tentang kompetensi guru, maka yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah Lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) dan system rekruitmen penerimaan tenaga pendidik. Dari semula kita memang belum memiliki komitmen terhadap regulasi yang kita tetapkan sendiri. Kita sering melanggar aturan yang telah kita tetapkan sendiri dan dibijaksanai dengan sesuatu kepentingan insidental.
Kualitas guru-guru kita yang 900 ribu tidak kompeten untuk mengajar adalah produk LPTK dan rekrutmen antara 5 s.d. 15 tahun yang lalu. Kita terlalu longgar memberikan kesempatan, dari pada memperkecil peluang demi terjaganya mutu pendidikan. Ketika rekrutmen guru sedang digalakkan karena secara kebetulan pada kurun yang sama sedang terjadi pensiun besar-besaran. Maka pada kurun yang sama pula LPTK bermunculan seperti jamur di musim hujan. LPTK itu berebut untuk mendapatkan mahasiswa. Bukan standar kualitas yang menjadi dasar penerimaan, tetapi kuantitas yang ditonjolkan.
Dalam hal ini ternyata kita kalah dengan Negara tetangga kita Malaysia. Ada warga Negara Malaysia yang kebetulan berkunjung ke kampung karena istrinya adalah TKW asal kampung saya. Ia hanya menyelesaikan pendidikan di sekolah kejuruan setingkat SMA karena nilainya tidak memenuhi passing grade Nasional yang ditetapkan oleh negara untuk masuk di SMU dan kemudian ke Universitas. Jadi masing-masing tingkat dan program sudah memiliki standar yang telah ditetapkan secara nasional dan tidak ada pelanggaran. Jadi sangat wajar jika Malaysia dalam mutu pendidikan jauh meninggalkan saudara tuanya Indonesia.
Sekarang bandingkan dengan kondisi yang ada di kabupaten kita. Setiap tahun heboh dengan penyimpangan-penyimpangan dalam PSB. Peraturan PSB yang telah ditetapkan dapat dilanggar secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi dan tanpa ada yang mampu memberi sanksi, karena oknum secara kebetulan memiliki akses politis yang cukup strategis atas kepentingan politik tertentu.
Idealnya rekruitmen tenaga pendidik adalah para lulusan terbaik dari perguruan Tinggi dengan passing grade secara akademik maupun nonakademik yang ditetapkan secara nasional. Kemudian ditambah lagi dengan pendidikan profesi dalam kurun waktu tertentu sambil magang pada satuan pendidikan. Jadi kompetensi mereka sebagai seorang professional jelas tidak diragukan lagi. Yang perlu diingat bahwa peranan guru sangat besar bagi kelangsungan integritas suatu bangsa. Mereka adalah guru bangsa. Jadi haruslah orang-orang yang unggul yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Masalah kedua yang disampaikan oleh Dr. Indra Jati Sidi adalah kita masih berkutat tentang Ujian Nasional. Sudah bukan suatu rahasia jika ujian nasional kita pelaksanaannya sangat jauh dari harapan BSNP dan harapan kualitas yang sesungguhnya. Dinaikkan berapapun passing grade kelulusan ditetapkan, tetap saja tidak akan memperbaiki kualitas pendidikan di negara kita. Hal ini terjadi karena sistem pelaksanaan yang selalu diwarnai dengan kecurangan. Kecurangan-kecurangan muncul sebagai akibat kondisi psikologis dari seluruh subyek pendidikan yang tidak siap menerima kenyataan pahit dari cermin pendidikan kita. Ada beberapa contoh sebagai illustrasi seputar Ujian Nasional:
1. Seorang guru bertanya, mengapa siswanya tampak tenang-tenang saja menghadapi ujian nasional? Si siswa menjawab bahwa kawannya di sekolah faforit siap mengirimkan jawaban lewat SMS.
2. Suatu sekolah memberikan servis akomodasi yang berlebihan pada pengawas UN dari sekolah lain agar pengawasan tidak terlalu ketat.
3. Beberapa sekolah berkolaborasi menyiasati agar semua siswa dari subrayon tersebut lulus semua.
4. Di suatu sekolah banyak siswa pingsan setelah mengerjakan ujian nasional. Karena tidak dapat mengerjakan soal, dan pengawasan yang terlalu ketat.
Dari contoh-contoh kasus tersebut memberi gambaran bahwa stressing mental akibat pelaksanaan UN dialami oleh seluruh komponen pendidikan terutama bagi siswa dan mereka yang secara langsung berhadapan dengan siswa. Hal ini membuktikan bahwa kita belum memiliki tradisi budaya mutu. Kita masih mementingkan kepentingan sesaat. Seharusnya kita malu pada PTN di negeri kita sendiri. Bahwa rekruitmen mahasiswa baru sama sekali tidak memperhitungkan nilai UN.
Dalam hal ini, bukan berarti kita tidak setuju akan UN. UN harus. Karena tanpa UN kita akan kehilangan salah satu tolok ukur sebagai dasar pijakan untuk menentukan langkah-langkah yang bersangkut-paut dengan pendidikan. Bagaimana jika sistem pelaksanaannya yang diubah. Ada beberapa alternatif yang yang barangkali sangat berbeda dengan sistem pelaksanaan UN sebelumnya. Antara lain:
1. Ujian Nasional bukan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan.
2. Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditentukan sendiri oleh satuan pendidikan.
3. Ujian Nasional dilaksanakan serempak oleh tim independen dan hasilnya untuk seleksi penerimaan peserta didik baru pada jenjang dan program studi berikutnya,
• Ujian Nasional SD dilaksanakan oleh SMP.
• Ujian Nasional SMP dilaksanakan oleh SMA/SMK.
• Ujian Nasional SMA/SMK dilaksanakan Oleh PTN ( seperti SPMB yang selama ini dilakukan).
Dengan begitu satuan pendidikan tidak memiliki stressing mental karena kekhawatiran yang berlebihan akibat UN.
Membicarakan kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan, seperti orang berbicara tentang madu yang semua orang tahu bahwa madu manis tapi belum pernah merasakan. Mendengarkan berita tentang kenaikan gaji, sudah bukan lagi sesuatu yang luar biasa karena toh akan diikuti dengan kenaikan harga-harga kebutuhan yang juga semakin menggila. Jadi sesungguhnya kenaikan gaji hanyalah merupakan balancing sistem dari kondisi perekonomian nasional. Belum ada upaya yang sungguh-sungguh untuk memberi penghargaan profesi di negeri kita. Sebagai contoh, seorang Profesor doktor harus memberikan materi kuliah di PTS karena PTS tersebut ada upaya memberi penghargaan lebih dibandingkan dengan gaji pokoknya sebagai pendidik di PTN di mana ia bertugas. Belum lagi tenaga pendidik di tingkat pendidikan di bawahnya ( SD –SMA) yang rata-rata gajinya tidak utuh karena harus membayar angsuran kredit bank setiap bulan. Sekarang kita bandingkan dengan gaji guru di Jepang, USA, Australia, Inggris, New Zealand, yang sudah mencapai lebih dari 50 Juta per bulan. Singapura dan Malaysia pun sudah di atas 15 Juta.
Menurut Indra Jati Sidi, KKN masih meliputi sistem pendidikan kita. Kita semua tahu bagaimana KKN itu begitu kronis. Akan tetapi apa yang harus kita lakukan untuk meninggalkan KKN? Siapa yang harus melakukan, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana kita meninggalkan KKN dalam pendidikan? Rasanya belum ada media yang memfasilitasi secara intensif upaya melepaskan dunia pendidikan dari KKN. Bahkan, lembaga pendidikan yang mestinya sebagai institusi netral dan Independent sering dijadikan alat oleh para politisi untuk mewujudkan kepentingan politiknya.
Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan menjadi isue nasional. Kurangnya sarana gedung di satuan pendidikan hampir dialami semua satuan pendidikan. Belum ada satu pun sekolah yang memiliki sarana gedung yang lengkap seperti yang dirinci dalam instrumen penilaian sekolah yang ditetapkan oleh BSNP. Belum lagi kalau kita berbicara tentang ketersediaan sumber dan alat pembelajaran. Sebagai gambaran, guru-guru dan anak didik kita masih banyak yang belum mampu menggunakan perangkat komputer untuk pembelajaran karena memang tidak adanya komputer yang mencukupi bagi pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Jika kita mau jujur, kita tertinggal 2 dekade dalam pemanfaatan Teknologi Informatika Komunikasi dalam pembelajaran. Seharusnya Komputer sudah menggantikan alat tulis konvensional seperti buku tulis, pensil, karet penghapus, mistar, dsb. Seperti ketika alat-alat tersebut menggantikan batu sabak dan grip pada tahun 1950-an. Jika tidak kita akan terus tertinggal dan menjadi pengekor atas kemajuan bangsa lain.
Berkaitan dengan otonomi daerah, maka kita masih belajar dalam pola desentralisasi pendidikan. Hal ini memang benar. Kita masih terbiasa dengan pola-pola Top down, menunggu intruksi, menunggu petunjuk, juklak, juknis dsb. Kita belum terbiasa dengan sesuatu yang muncul karena produk kecerdasan budaya lokal. Kita terbiasa dengan keseragaman. Dan terkadang gerah dengan keragaman. Dan yang paling parah kita senang berlatah-latah dengan trend sesaat yang tidak berpijak pada basik moral, basik sosial, basik budaya, basik ekonomi di sekitar kita. Kita kurang menyadari bahwa potensi ideologi, sosial budaya, ekonomi, SDM, dan SDA kita sebenarnya memiliki keunggulan yang mestinya memiliki nilai yang luar biasa. Hanya saja barang kali kita lupa memberi kemasan yang bagus dan menarik dengan kemasan internasional yaitu bahasa internasional ( Inggris, Arab, Jerman, Perancis dan Mandarin). Sebagai contoh Kabupaten Banyuwangi merupakan lumbung padi Nasional. Akan tetapi adakah sekolah di Banyuwangi yang memasang mata pelajaran bertanam padi sebagai mata pelajaran muatan lokal? Atau adakah yang menjadikan pengolahan ikan sardine sebagai mata pelajaran muatan lokal? Padahal ikan sarden hanya ada di perairan laut Banyuwangi ( Selat Bali). Berbagai peristiwa kerusuhan di berbagai kota dan daerah memberikan citra jelek kepada dunia internasional. Kita belum mampu menunjukkan wajah dengan senyum manis, belum mampu memperdengarkan tegur sapa yang lembut dan hangat kepada bangsa lain. Lalu Kapan?
Sebenarnya, segala bentuk penyimpangan( KKN) termasuk dalam dunia pendidikan karena rapuhnya basik moral ( ideologi ) budaya bangsa. Kita terlanjur mengenal kemajuan bangsa lain dan menirunya, dari pada kita membenahi budaya dan alam kita sendiri lalu memperkenalkannya kepada bangsa lain. Promosi budaya, produk-produk kreatif dari khasanah kehidupan bangsa banyak yang dipatenkan oleh negara lain. Kita belum secara bersungguh-sungguh mencari solusi radikal terhadap permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk sistem pendidikan. Kita masih menggunakan model tambal sulam. Gali lubang tutup lubang. Sampai saat ini pun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) masih diragukan konsistensinya. Terbawa dari kebiasaan image yang keliru bahwa setiap berganti rejim maka berganti pulalah peraturan. Dan lebih parah lagi jika keputusan politik mewarnai sistem pendidikan yang seharusnya netral dan Independent.
Gambaran di atas bukanlah keluh kesah yang tiada guna. Kita harus memperbaiki kesalahan masa lalu. Mempertahankan yang sudah baik. Mewujudkan mimpi-mimpi indah tentang sistem pendidikan yang mampu membawa kemasyhuran bangsa. Barang kali hal ini dapat dimulai dari siapa saja. Bukan hanya mereka yang berprofesi sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Akan tetapi seluruh komponen bangsa sesuai dengan apa yang dimiliki yang berelevansi terhadap sistem pendidikan di negara kita.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan langkah cerdas sebagai upaya merealisasikan desentralisasi pendidikan/otonomi sekolah. Sekolah diberi kesempatan untuk bekerjasama dengan seluruh stakeholder untuk melaksanakan suatu sistem pendidikan yang mengarah pada percepatan perluasan akses , peningkatan mutu serta pencitraan publik. Sebagai harapan, akhirnya bagaimana standarisasi pendidikan sebagaimana yang ditetapkan oleh BSNP yang meliputi : ( 1) Standar isi dan SKL, (2) Standar Proses, (3) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (4) Standar Sarana dan Prasarana, ( 5) Standar Pengelolaan, ( 6) Standar Pembiayaan, dan (7) Standar Penilaian yang mendapat dukungan internal maupun eksternal dapat segera terwujud.
Sebagai penutup ulasan ini, adalah himbauan kepada para alumni sebagai stakeholder pendidikan yang saat ini mempunyai peranan dalam berbagai bidang profesi:
1. Dukungan Anda terhadap kemajuan pendidikan akan sangat bernilai terhadap kemasyhuran dan kejayaan bangsa.
2. Jika Anda memiliki peluang, berikanlah dengan ikhlas kepada anak bangsa sebagai penerus generasi bangsa ini.
3. Berikan keteladanan yang dapat memperbaiki citra bangsa di mata internasional.
“SELAMAT BERKARYA DALAM KERAGAMAN, BERSAMA DALAM PIJAKAN DAN TUJUAN”
Banyuwangi, 5 Oktober 2008

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    BalasHapus